-->

Penyebab Silicon Valley Bank Kolaps dalam 48 Jam, ini Penjelasannya

Silicon Valley Bank Kolaps dalam 48 Jam, ini Penyebabnya?

CIREBON TAKON - Bank Silicon Valley (SVB), salah satu bank terkemuka di Amerika Serikat (AS), baru-baru ini dinyatakan gagal atau bangkrut. Hal ini membuat investor yang memiliki saham di bank tersebut berada dalam ketidakpastian yang besar. Bankrutnya SVB juga menjadi kegagalan terbesar di AS setelah bankrutnya Washington Mutual pada tahun 2008.

Menurut laporan dari CNN pada Senin (13/3/2023), SVB mengalami masalah klasik dalam perbankan yaitu Bank Run, atau penarikan dana besar-besaran oleh masyarakat. Namun, ada versi yang lebih panjang dan rumit yang menyebabkan SVB mengalami kegagalan tersebut.

Silicon Valley Bank (SVB) kolaps | Sumber Gambar : REUTER (NATHAN FRANDINO)

Belum ada keterangan resmi dari pihak Bank Silicon Valley terkait dengan penyebab pasti kegagalan ini. Namun, dugaan awal mengarah pada beberapa faktor seperti masalah manajemen yang tidak efektif, pengambilan risiko yang terlalu besar, atau masalah keuangan yang serius.

Kegagalan Bank Silicon Valley (SVB) ini menjadi peringatan bagi para pelaku industri perbankan untuk selalu memperhatikan manajemen risiko dan keuangan yang ketat agar dapat terhindar dari kegagalan seperti yang terjadi pada SVB. Semoga para investor dan pelaku industri perbankan dapat belajar dari kejadian ini dan menjaga kestabilan dalam dunia perbankan.

Lantas, apa yang membuat Silicon Valley Bank dapat bangkrut dalam sekejap?

Silicon Valley Bank (SVB) mengalami krisis modal yang menjadi pemicu kebangkrutan, sehingga berpotensi memicu efek domino pada industri startup yang lebih luas. Menurut laporan CNBC, masalah ini dimulai pada Rabu (8/3/2023), ketika SVB mengumumkan telah mengalami kerugian besar dalam penjualan sekuritas.

Sebelumnya, AS memberlakukan kebijakan suku bunga nol persen selama pandemi, yang memicu ledakan modal ventura. Namun, kebijakan itu kemudian mempercepat laju inflasi, sehingga Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The Fed), menaikkan suku bunga hingga 5,75 persen secara bertahap. Ketika suku bunga naik, modal ventura mengerem atau bahkan berhenti memberikan dana ke startup.

Startup akhirnya menarik lebih banyak uang yang disimpan di SVB untuk membayar pengeluaran perusahaan, sehingga SVB harus menjual sekuritas senilai 21 miliar dollar AS atau setara Rp 323,9 triliun dan mengalami kerugian setelah pajak sebesar 1,8 miliar dollar AS atau kira-kira Rp 27,7 triliun. Kejadian ini menimbulkan ketidakpastian bagi investor SVB.

Silicon Valley Bank (SVB) kolaps dalam 48 jam bangkrut dan mengalami krisis modal dipicu kenaikan suku bunga agresif The Fed | Sumber Gambar : REUTER (NATHAN FRANDINO)

SVB merencanakan untuk menjual saham baru sebesar 2,25 miliar dollar AS atau sekitar Rp 34,7 triliun untuk menutupi kerugian dan menopang neraca keuangan perusahaan, Pengumuman tersebut dilakukan pada tanggal 8 Maret, namun justru memicu kekhawatiran nasabah dan memicu bank run di mana nasabah menarik uangnya dari bank secara massal dan cepat.

Founders Fund, perusahaan modal ventura milik Peter Thiel, menjadi salah satu VC pertama yang menarik portofolio senilai jutaan dollar dari SVB. Setelahnya, banyak VC lain seperti Union Square Ventures dan Coatue Management ikut menarik portofolio mereka.

Bank run terjadi sangat cepat, kurang dari 48 jam. Pada tanggal 9 Maret, nasabah SVB mencoba menarik deposito senilai 42 miliar dollar AS, setara dengan seperempat dari total deposito bank hanya dalam satu hari. The Verge melaporkan hal tersebut.

Pada tanggal 10 Maret, SVB membatalkan rencana penjualan saham baru senilai 2,25 miliar dollar AS. Sebagai gantinya, bank tersebut akhirnya menjual dirinya sendiri. Regulator turut terlibat dalam proses penjualan tersebut.

Bagaimana nasib uang nasabah SVB?

Pada 8 Maret 2023, Silicon Valley Bank (SVB) mengumumkan rencana menjual saham baru senilai 2,25 miliar dollar AS atau sekitar Rp 34,7 triliun untuk menutup kerugian dan menopang neraca keuangan perusahaan. Pengumuman tersebut memicu kekhawatiran dari nasabah dan memantik "bank run" di mana nasabah menarik uang mereka dari bank secara massal dan cepat. Bank run ini terjadi dengan cepat, kurang dari dua hari atau 48 jam.

Sebagian besar bank di Amerika Serikat diasuransikan oleh lembaga pemerintah bernama Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC), termasuk rekening nasabah di SVB. Namun, hanya sampai 250.000 dollar AS (sekitar Rp 3,8 triliun) yang diasuransikan. Laporan yang ada menyebutkan bahwa sekitar 90 persen simpanan tidak diasuransikan pada Desember 2022. FDIC mengatakan "belum ditentukan" berapa banyak simpanan yang tidak diasuransikan ketika SVB ditutup.

Menanggapi kolapsnya SVB, FDIC menciptakan entitas baru bernama Deposit Insurance National Bank of Santa Clara untuk semua simpanan yang diasuransikan di SVB. Bank tersebut akan dibuka untuk nasabah SVB pada 13 Maret. Namun, nasabah yang simpanannya tidak diasuransikan oleh SVB akan mendapatkan dividen di muka dan sedikit sertifikat, tetapi tidak ada jaminan bahwa mereka akan mendapatkan kembali seluruh uangnya.

FDIC akan menyita aset SVB sebanyak-banyaknya dan mengevaluasi serta menjualnya dalam beberapa minggu atau beberapa bulan ke depan. Hasil penjualan aset akan diserahkan ke pemegang deposito. Menurut FDIC, SVB memiliki total aset sekitar 209 miliar dollar AS (sekitar Rp 3.210,4 triliun) dan total simpanan 175 miliar dollar AS (setara Rp 2.688,1 triliun) pada akhir tahun lalu.

Skenario terbaik dalam kasus ini adalah adanya perusahaan lain yang bersedia mengakuisisi SVB. Namun, hal ini tidak akan terjadi dalam sekejap, sehingga ketidakjelasan nasib uang nasabah dapat menimbulkan efek domino.

Dalam kasus start-up, gangguan terbesar yang dirasakan adalah pada arus kas perusahaan. Karena tidak dapat mengambil deposito yang disimpan di SVB, start-up berpotensi tidak bisa membayar gaji pegawai, sewa kantor, dan biaya-biaya operasional lainnya.

Jika pegawai start-up tidak menerima gaji tepat waktu, keuangan mereka pun berpotensi terganggu. Pada akhirnya, pegawai yang tidak menerima gaji tepat waktu tersebut tidak bisa membayar sewa rumah, belanja makanan, pengasuh anak, biaya sekolah, dan sebagainya.

Kolapsnya Silicon Valley Bank dalam waktu 48 jam mengakibatkan nasabah yang menyimpan uangnya di bank tersebut mengalami ketidakpastian dan risiko kehilangan uang mereka, Selain itu, dampaknya juga dirasakan oleh perusahaan startup yang tergantung pada bank tersebut untuk arus kas perusahaan.

Meskipun FDIC telah menciptakan entitas baru dan berjanji untuk menyita aset SVB sebanyak-banyaknya, nasib uang nasabah masih belum pasti. Kejadian ini menjadi pengingat bagi kita semua akan pentingnya memperhatikan dan memahami risiko dalam memilih bank untuk menabung dan menyimpan uang kita, Semoga artikel ini dapat memberikan manfaat bagi para pembaca, terima kasih.